Komunitas Guru Menulis


Oleh Eko Prasetyo


”Apa pun kurikulumnya, mutu guru kuncinya!”
~Satria Dharma~
ketua umum Ikatan Guru Indonesia (IGI)
***
 Pada 26 Mei 2010, harian Kompas menurunkan berita tentang penghitungan ganda jumlah guru di Indonesia. Sebagaimana dikutip dari Kompas, Direktur Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Muchlas Samani menerangkan bahwa jumlah guru saat ini sekitar 2,4 juta.
Seiring diterapkannya Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, seluruh tenaga pendidik harus bersertifikat demi menjamin kualitas pendidikan. Sertifikasi guru tersebut merupakan bagian dari standardisasi kompetensi guru.
Salah satu kompetensi tersebut ialah membuat karya tulis ilmiah. Nah, jamak diketahui bahwa menulis belum begitu membudaya di kalangan guru. Indikasinya adalah kasus karya tulis ilmiah ”jahitan” alias copy paste. Memprihatinkan. Karena itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional saat ini getol menyuarakan budaya menulis di kalangan guru.
Selain alasan penunjang kompetensi, dengan menulis guru diharapkan bisa berbagi ide dan pengalaman kepada anak didik, masyarakat, maupun rekan sejawat. Alasan yang lebih gamblang diutarakan Henry Guntur Tarigan (1982: 4). Dia menyebutkan, keterampilan menulis sangat dibutuhkan dan mutlak dilakukan demi mencapai kemajuan pendidikan.
Keterampilan menulis merupakan suatu ciri orang atau bangsa yang terpelajar. Menulis dipergunakan oleh orang terpelajar untuk mencatat atau merekam, meyakinkan, memberitahukan, dan memengaruhi. Nah, tujuan tersebut hanya dapat dicapai dengan baik jika seseorang dapat menyusun pikiran dan mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan itu tergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata, serta struktur kalimat yang baik dan teratur (Diyono Adhi: 2010).
Namun, sejauh ini imbauan tersebut masih jauh api dari panggang. Menulis masih dianggap momok. Akibatnya, ketika muncul sertifikasi, kasus demi kasus karya tulis ilmiah jiplakan merebak. Hal ini melahirkan keprihatinan sekaligus pekerjaan rumah besar bagi semua. Jika tak mau menjadi bangsa yang tertinggal, budaya membaca dan menulis mesti terus didengungkan.
Menilik hal itu, Ketua Umum IGI Satria Dharma melontarkan gagasan pembentukan Komunitas Guru Menulis di IGI. Lewat komunitas itu nanti, Satria ingin mengajak para guru untuk mulai menulis dan terbiasa menulis. ”Setiap hari minimal guru menulis satu paragraf dan seminggu satu artikel,” tegasnya di mailing list IGI. Gagasan praktisi pendidikan asal Balikpapan itu mendapatkan respons positif Hernowo Hasyim, pakar dunia tulis-menulis dari penerbit Mizan.
Di luar itu, pemerintah diharapkan bisa mendukung penuh langkah pembentukan Komunitas Guru Menulis. Sebab, bagaimanapun guru merupakan salah satu pilar penentu kemajuan bangsa lewat pendidikan. Melalui komunitas tersebut, setidaknya para guru bisa berbagi/bertukar pengalaman dan pengetahuan selain meningkatkan kompetensi lewat menulis. Sebuah gagasan yang menantang dan urgen! So, mari kita dukung pembentukan Komunitas Guru Menulis.

Graha Pena, 13 Agustus 2010

Tidak ada komentar: