Honor Nulis Cuma Rp 100 Ribu, Mau?


Oleh Eko Prasetyo

Menulis artikel ilmiah alias opini di media massa memiliki beberapa keuntungan. Yang utama tentu saja dapat honor dari tulisan yang dimuat. Manfaat lainnya, nama kita akan nongol dan otomatis itu menguntungkan dari sisi popularitas. Selain itu, kita bisa menambah banyak teman atau relasi apabila tulisan kita dibaca banyak orang dan dikomentari. Menulis di koran juga merupakan lahan untuk mengasah kemampuan berpikir kritis terhadap suatu masalah yang aktual dan memberikan solusinya.
Namun, tak mudah menembus media massa. Ibarat kompetisi, persaingan agar tulisan bisa dimuat sangat ketat. Jika mengirimkannya ke surat kabar atau majalah, kita akan bersaing dengan kaum intelektual seperti akademisi dan pengamat ahli. Banyak pula penulis ternama dari kalangan ulama, anggota dewan, serta pakar ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. Karena itu, dibutuhkan kiat khusus untuk menembus surat kabar.
Ada saran bagi penulis pemula yang akan mengirimkan karyanya ke sebuah media, terutama koran. Yakni, kirimkan karya tulis tersebut ke koran lokal dulu, jangan buru-buru mengirimkannya ke koran nasional. Mengapa? Ada beberapa alasan.
Pertama, peluang dimuatnya di koran lokal lebih tinggi ketimbang koran nasional.
Kedua, koran nasional bakal memprioritaskan penulis ternama atau yang familier di kalangan masyarakat pembaca. Peluang dimuat untuk penulis pemula sih tetap ada, tapi proses seleksinya bakal sangat ketat.
Ketiga, biasanya koran lokal lebih memberikan kesempatan bagi penulis baru. Ini celah yang semestinya dimanfaatkan oleh penulis pemula yang ingin menembus surat kabar.
Keempat, isu lokal tentu saja bisa dimanfaatkan sebagai jembatan bagi penulis pemula sebelum melangkah ke isu nasional. Umumnya, isu nasional yang aktual lebih banyak diangkat oleh penulis. Karena itu, persaingan tentu sangat ketat selain adanya prioritas untuk penulis yang sudah punya nama.
Berdasar pengalaman saya, menulis di surat kabar lokal tak kalah menjanjikan. Namun, jangan berharap tinggi untuk urusan honor jika tulisan Anda dimuat di koran lokal. Sebab, ada surat kabar lokal yang masih memberikan honor Rp 100 ribu untuk tulisan opini yang dimuat. Itu masih mending. Kadang ada penulis yang mesti menarik urat leher alias ngejar-ngejar ke redaksi sebuah koran lokal demi mendapatkan honor. Itu terjadi setelah lebih dari sepuluh hari honor tulisannya tidak ditransfer.
Bagi saya, tak masalah jika hanya mendapatkan honor Rp 100 ribu. Sebab, toh dengan dimuatnya tulisan saya, saya mendapatkan banyak manfaat. Paling tidak, saya bisa membuktikan eksistensi di dunia kepenulisan.
Menulis bukan melulu soal honor. Lebih dari itu, saya mendapatkan kepuasan lebih dari honor Rp 100 ribu untuk tiap artikel saya yang dimuat di koran lokal. Setidaknya, orang bisa membaca gagasan-gagasan saya. Otomatis, hal tersebut bisa memengaruhi publik tentang isu yang kita angkat dalam artikel opini.
Mungkin, saya tidak akan bisa kaya hanya dengan Rp 100 ribu itu. Namun, upaya untuk memberikan manfaat kepada orang lain lewat tulisan bisa menepis hal tersebut. Berbuat baik bisa dilakukan lewat media apa saja, termasuk tulisan. Mau?

Graha Pena, 6 Agustus 2010

Tidak ada komentar: