Abang Becak yang Banting Setir Jadi Penulis


Oleh Eko Prasetyo

Salah satu sikap yang harus dimiliki seorang penulis adalah percaya diri. Ya, seorang penulis tidak boleh minder. Hal ini biasanya jamak dialami oleh penulis pemula yang berniat memublikasikan karyanya. Sikap minder itu lahir karena mereka harus bersaing dengan para penulis yang sudah punya nama. Inilah yang membuat penulis pemula terkadang belum siap menghadapinya. Ibarat kalah sebelum perang, hal inilah yang mesti dihindari oleh seorang penulis.
”Saya kan cuma lulusan SMA? Mana mungkin saya bisa bersaing dengan penulis terkenal dari kalangan yang berpendidikan lebih tinggi?” Keminderan seperti inilah yang mesti dibuang jauh-jauh bila seseorang hendak berniat memublikasikan karyanya.
Dalam Solilokui (1983), sastrawan Budi Dharma menekankan pentingnya sikap percaya diri dalam jiwa seorang penulis. Bahkan, dia menyebut penulis yang tak berusaha memublikasikan karyanya sama dengan (maaf) bermasturbasi. Ia hanya menulis dan menyunting naskahnya tanpa pernah berupaya untuk ”membagikannya” kepada pembaca lain.
Nah, minder adalah salah satu hambatan yang mesti dienyahkan manakala kita hendak memulai menulis dan memublikasikannya. Soal dimuat atau tidak karya tersebut, itu masalah belakangan. Yang penting, kita mengetahui dan mengalami proses tersebut secara langsung. Tidak dimuat bukan berarti kiamat bagi penulis.
Tak ada salahnya kita belajar pada Joni Ariadinata. Bagi penikmat sastra, nama tersebut tidak asing lagi. Dia kawan karib Agus Noor, cerpenis produktif asal Jogjakarta. Nama Joni melambung saat cerpennya yang berjudul Lampor menjadi cerpen terbaik Kompas pada 1994.
Joni merupakan salah satu figur sukses abang becak. Apa? Abang becak? Ya, sebelum menjadi penyair dan cerpenis terkenal, Joni pernah menekuni pekerjaan sebagai pengayuh moda transportasi tradisional beroda tiga itu.
Penyair Joko Pinurbo menggambarkan sosok si tukang becak tersebut dalam puisinya yang berjudul Celana Pacar Kecilku di Bawah Kibarang Sarung.

Celana Pacar Kecilku di Bawah Kibarang Sarung
...........
sampai di kuburan aku berseru bangun dong pak,
tapi tuan penumpang diam saja, malah makin pulas tidurnya.
aku tak tahu apakah bunga yang kubawa akan kutaburkan
di atas makam nenek moyangku atau di atas jenazah
bang becak yang kesepian itu.

(Joko Pinurbo-GPU, 2002)

Agaknya, Joni perlu berterima kasih kepada Agus Noor. Sebab, dia sering ”memanas-manasi” lewat cerpen-cerpennya yang kerap nongol di koran dan majalah. Gara-gara itu pula, dua sahabat kental tersebut terlibat persaingan sehat: kompetisi berkarya! Joni tidak mau kalah dengan Agus Noor.
Tekat mau belajar dan tidak minder menyulut api kreativitas Joni. Bagi dia, kreativitas seorang penulis tidak boleh terdegradasi. Nyala kreativitas itulah yang terus diasah Joni. Hingga akhirnya, cerpen Lampor menjadi titik kulminasi kesuksesan si abang becak tersebut.
Semangat dan kesuksesan Joni menginspirasi banyak penulis. Salah satunya adalah Afifah Afra. Penulis buku remaja, novel, dan aktivis Forum Lingkar Pena (FLP) itu mengungkapkan pengakuannya dalam buku How to be a Smart Writer (Afra Publishing). Perempuan bernama asli Yeni Mulyati itu cukup termotivasi oleh kisah sukses Joni Ariadinata hingga menelurkan puluhan buku dan banyak artikel di berbagai majalah. Afifah merupakan potret kecil yang memantulkan cahaya sukses Joni.
Sebuah pesan diberikan Joni dalam suatu pelatihan menulis. Dia menegaskan, para penulis muda harus terus bekerja keras dalam mengasah karya mereka. Sebab, jika sudah terbiasa menulis, feelling akan muncul dan suatu saat pasti akan lahir karya-karya terbaik.
Joni memang tidak lama bergelut dengan becak. Sukses keburu menjemputnya berkat tekat mau belajar dan sikap tak mau menyerah. Redaktur majalah Horison tersebut menginspirasi saya: berkali-kali. Dulu, saat masih berjualan kopi di sebuah jalan protokol di Surabaya, saya sempat membaca majalah sastra Horison yang saya beli dalam kondisi bekas di Jalan Semarang.
Kegiatan tersebut saya lakukan di sela-sela menunggu pelanggan yang hendak mampir untuk sekadar minum kopi di kedai kopi kami. Majalah itu masih ada hingga kini di sudut almari buku saya. Kala itu saya bergumam, kelak bakul kopi ini ingin bisa seperti Joni, mantan abang becak tersebut.  

Graha Pena, 12 Agustus 2010

Sumber bacaan:
1. Antologi Empati Jogja
2. Antologi Mahabah (Eko Prasetyo)
3. How to be a Smart Writer (Afifah Afra)
4. Penumpang Terakhir (Joko Pinurbo)
5. Solilokui (Budi Dharma)
6. Lampor (Kumpulan Cerpen Terbaik Kompas 1994)
7. Surat Kabar Riau Pos (kutipan liputan tentang Joni Ariadinata)
8. Surat Kabar Jawa Pos (arsip-arsip penulis sastra)

Sumber Online:

Tidak ada komentar: