Oleh: Eko Prasetyo
Dini hari itu, ruang kerja kami sudah lengang. Hanya tertinggal saya dan beberapa rekan saja yang masih berada di kantor. Seusai deadline, biasanya hal yang sangat saya sukai adalah memandang keluar dari balik kaca kantor. Ditemani secangkir kopi, saya berkontemplasi dan mencatat dalam memori apa-apa saja yang akan saya evaluasi. Saya tertegun sejenak saat membaca buku tentang shalat. Betapa selama ini banyak orang mengerjakan shalat, tapi belum sepenuhnya paham esensi salah satu rukun Islam tersebut.
Jika ditelaah, shalat adalah ibadah yang menyehatkan. Shalat membawa banyak manfaat yang luar biasa. Salah satu manfaatnya, shalat bisa memperlancar peredaran darah. Maka, sudah semestinya kita bersyukur karena Allah mewajibkan setiap muslim untuk shalat. Tidak lain, hal tersebut bertujuan demi kebaikan hamba itu sendiri.
Zaman semakin modern, semakin banyak pula orang mengesampingkan ibadah shalat. Ada saja alasan untuk tidak shalat. Pekerjaan yang menyita perhatian, pikiran, dan tenaga dijadikan alasan melalaikan shalat. Masya Allah.
Banyak orang mengaku muslim, tapi rukun Islam tentang shalat sering diabaikan dan tidak dikerjakan. Saya pernah mendengar ada orang yang mengatakan bahwa tidak shalat tidak apa-apa yang penting beramal baik. Astaghfirulah, dari mana pemahaman seperti itu?
Allah berfirman: ”Apakah yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) saqar ini?. (Mereka menjawab) kami dahulu termasuk orang-orang yang tidak menunaikan shalat.” (Al-Mudatsir 42–43).
Sudah pasti bahwa siksa Allah itu pedih. Meninggalkan shalat dengan sengaja pun termasuk dosa besar. Tidak ada pengecualian untuk meninggalkan shalat kecuali tiga hal. Yakni, anak kecil hingga baligh, tertidur hingga bangun, orang gila hingga sembuh atau orang yang sudah meninggal. Nah, jelaslah bahwa shalat itu tidak boleh ditinggalkan dengan alasan apa pun. Maka, takutlah jika kita meninggalkan shalat.
Rasulullah SAW bersabda: ”Seringan-ringannya siksa pada hari kiamat ialah orang yang padanya diletakkan dua batu bara api neraka di bawah tumitnya yang mampu mendidihkan otaknya. Pada saat itu, dia merasa bahwa tidak seorang pun yang lebih kuat siksaan yang diterimanya dibandingkan orang lain. Padahal, sesungguhnya itulah siksaan yang seringan-ringannya (HR Bukhari dan Muslim).
***
Dalam suatu perjalanan ke masjid untuk shalat Jumat, saya tertegun karena di jalan masih begitu ramai. Aktivitas orang-orang pun masih berlanjut. Saat azan diperdengarkan, masih banyak orang yang nongkrong di warteg. Masih banyak orang yang sibuk belanja di mal atau pusat perbelanjaan. Tidak sedikit pula orang yang masih sibuk dengan pekerjaan mereka. Suara panggilan shalat ternyata masih banyak direspons secara cuek. Padahal, mereka sadar bahwa shalat adalah kewajiban. Shalat juga merupakan tiang agama. Siapa yang menunaikan shalat, dia telah menegakkan tiang agama. Dan siapa yang meninggalkan shalat, dia telah merobohkan tiang agama.
Dalam suatu kesempatan lain, saya menghadiri pemakaman tetangga kampung kami. Tampak, beberapa anggota keluarga si jenazah larut dalam kesedihan. Setelah dimandikan dan dishalati, kami mengantarkan almarhum sampai di makam. Kami ikut memanjatkan doa dan setelah itu kembali lagi ke rumah.
Saya tertegun dan berpikir, ”Inilah (kuburan) rumahku kelak.” Orang kalau sudah mati tidak akan bisa apa-apa. Dia tidak membawa apa-apa, kecuali kain kafan. Putus sudah semua amalan di dunia jika maut telah menjemput. Yang tertinggal hanya tiga perkara. Yakni, amal saleh (jariyah), ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh.
Malam-malam di kantor, saya kembali merenung, betapa banyak dosa yang telah saya perbuat. Betapa dhaif dan lemahnya manusia sebagai hamba ALlah. Sebab, tiadalah manusia bisa berbuat apa-apa selain karena pertolongan Allah Yang Maha Perkasa. Dalam qiyamul lail, tak sengaja mata saya basah. ”Bisa apa aku kelak sesudah mati?. Sebab, semua ini hanyalah titipan-Mu ya Allah..”
Fajar hampir menjelang di balik kaca kantor. Dingin dan sepi. Lidah ini seakan beku tak tahu harus berucap syukur apa lagi. Dua rakaat Subuh begitu terasa damai dan nikmat. Lalu, mengapa masih banyak kaum di antara kita meninggalkan shalat dengan sengaja? Betapa sebenarnya Allah itu benar-benar maha pengasih dan penyayang. Namun, kebanyakan hamba-hamba-Nya lupa akan segala curahan nikmat dan anugerah-Nya. Padahal, jika mati, kita tidak akan membawa jabatan, keluarga, apalagi harta.
Jangan sampai kita menyesal di kampung akhirat nanti hanya karena terus memikirkan duniawai. Sebab, dunia hanya persinggahan sejenak dan penuh senda gurau. Allah SWT berfirman: ”Sesungguhnya, Kami telah memperingatkan kepadamu akan (terjadinya) azab yang dekat pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya. Dan orang kafir berkata: ”Aduhai! Sekiranya aku menjadi tanah!” (An-Naba’: 40).
dimuat: Eramuslim 8 Juli 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar