Indahnya Ikhlas

Oleh: Eko Prasetyo

Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah, ”Ya Rasulullah, seseorang melakukan amal (kebaikan) dengan dirahasiakan dan bila diketahui orang dia juga menyukainya (merasa senang).” Rasulullah Saw berkata, ”Baginya dua pahala, yaitu pahala dirahasiakannya dan pahala terang-terangan.” (HR. At Tirmidzi).

Perbuatan ikhlas sering diingatkan oleh Rasulullah SAW seperti termaktub dalam hadis di atas. Indahnya berbuat ikhlas adalah balasan pahala dari Allah SWT. Rasulullah telah mencontohkan berbagai amal baik, termasuk berbuat ikhlas. Yakni, perbuatan yang didasari atas niat karena Allah, bukan mencari pujian dari orang lain.

***

Surabaya baru saja diguyur hujan sore itu. Sembari menyelesaikan pekerjaan, saya menyeruput secangkir kopi untuk menghangatkan badan. Belum banyak naskah berita yang masuk, tiba-tiba saya tertegun saat membaca pengalaman Pak Utomo. Pria paro baya itu dikenal sebagai sosok pimpinan yang tegas di instansi tempatnya bekerja.

”Hidup itu disiplin,” tegasnya. Ya, saya sependapat. Disiplin dalam banyak, termasuk beribadah kepada Allah SWT dan bersyukur atas nikmat-Nya. Pak Utomo menuturkan bahwa doa adalah hal yang utama dalam hidupnya. Melalui doa, dia mengatakan merasa dekat dengan Allah.

Saya berdecak kagum ketika dia memaparkan pengalamnnya saat dia menunaikan haji di tanah suci pada 2004 bersama istri. Di sana, dia mengaku mendapatkan perjalanan religi yang tidak akan bisa dilupakan seumur hidupnya.

Ketika tawaf mengelilingi Kakbah, dia bercerita bahwa posisinya sedang bersebelahan dengan istri yang selalu dipanggilnya umi tersebut. Entah pada putaran tawaf yang keberapa, tiba-tiba istrinya menghilang. Takut istrinya terinjak-injak orang yang datang dari berbagai penjuru dunia, dia pun menghentikan langkah, menoleh ke sekeliling. Namun, usaha tengok kanan-kiri tidak membuahkan hasil. Istrinya tak terlihat.

Bingung tidak tahu apa yang mesti dilakukan, Utomo akhirnya memilih pasrah dan melanjutkan tawaf. ”Waktu itu saya hanya doa, semoga Engkau melindungi Umi ya Allah! Nggak kepikiran doa, apalagi karena desak-desakan, saya langsung jalan memutari Kakbah, tawaf lagi,” ceritanya.

Selesai tawaf, tidak tahu datang dari arah mana, istrinya telah berada di sebelahnya kembali. Kaget, Utomo lalu tak henti mengucap syukur. Tiba di hotel, dia pun merenung atas peristiwa tersebut. Dari situ dia sadar bahwa Allah sedang menguji keikhlasannya. ”Saya seolah dapat pencerahan. Semua yang ada hanyalah milik-Nya. Manusia harus mengikhlaskan jika suatu saat apa yang dimiliki diambil oleh yang punya,” ucapnya. Subhanallah.

Gerimis belum juga bosan menyapa Kota Pahlawan. Alhamdulillah, satu hikmah lagi, satu ilmu lagi. Kembali bekerja, semangat menggelayuti hati saya di tengah dinginnya cuaca. Bersyukur, inilah pelajaran kesekian yang saya catat sore itu. Ketika negeri ini diteror oleh keserakahan dan kesombongan, mudah-mudahan sikap ikhlas mampu kita terapkan dalam segala aspek kehidupan, tanpa jenuh menghadapi waktu. Wallahu ’alam.

Graha Pena, akhir Oktober 2008
(saat hujan gerimis, kucium mesra kesunyian di balik kaca kantor)

Tidak ada komentar: