Pelajaran dari Nelayan Tua



Oleh Eko Prasetyo*)

Buku : The Old Man and The Sea
Penulis : Ernest Hemingway
Tebal : 131 Halaman
Penerbit: Selasar Surabaya Publishing
Cetakan : I April 2008
Harga : Rp 31.000

”Jangan pernah menunda membaca novel indah ini atau Anda menyesal!”
(Efendi B.P.)

Terus terang, kalimat tersebut sangat provokatif. Namun, ketika saya menuruti sarannya, yakni membaca novel yang dimaksud, saya sadar bahwa saran tersebut benar! Novel itu bertajuk The Old Man and The Sea (Lelaki Tua dan Lautan).

Mungkin, tak berlebihan jika saya menyebut novel tersebut sebagai karya emas Ernest Hemingway. Novel itu dipublikasikan di Kuba lewat majalah Life edisi pertama September 1952. Tercatat, dalam waktu dua hari saja, The Old Man and The Sea mereguk untung luar biasa, yakni terjual 5,3 juta eksemplar. Novel fiksi tersebut diterbitkan kali pertama oleh Penerbit Charles Scribner’s Sons pada 8 September 1952.

Cerita sukses The Old Man and The Sea tidak berhenti pada keuntungan penjualannya. Saking fenomenalnya, novel itu mendapatkan hadiah Pulitzer pada 1953 untuk kategori fiksi. Pada tahun yang sama, The Old Man and The Sea mendapatkan Award of Merit Medal for Novel dari American Academy of Letters. Setahun kemudian, novel yang mengisahkan kegigihan seorang nelayan tua tersebut memperoleh penghargaan bergengsi Nobel Sastra 1954. Novel itu diakui sebagai penuangan gagasan hebat yang dipadu seni bernarasi yang indah.

Cara Mencintai Profesi
The Old Man and The Sea mungkin menjadi karya fiksi terakhir dan terbesar Ernest Hemingway. Setelah didapuk mendapatkan nobel sastra pada 1954, hidup Hemingway terasa begitu berat. Dia mengalami dua kali kecelakaan pesawat beruntun dalam sebuah safari.

Selain mengalami luka serius pada bahu, dada, dan tangan, Hemingway tenderita gegar otak parah. (www.wikipedia.org). Sukses Hemingway sebagai jurnalis dan novelis akhirnya berujung tragis. Dia bunuh diri dengan menembakkan pistol ke kepalanya pada 2 Juli 1961, menjelang ulang tahunnya ke-62.

Namun, dunia tetap mengenang Hemingway sebagai salah seorang penulis produktif pada masanya. Dunia tentu bakal berterima kasih kepada Hemingway untuk mahakarya The Old Man and The Sea.

Betapa tidak, kisah dalam novel tersebut penuh dengan makna dan pesan hidup yang baik dari seorang nelayan tua bernama Santiago.

Santiago mampu mengajarkan pelajaran kehidupan dengan teramat baik. Sebuah inspirasi yang ditularkan Santiago adalah kesabaran, kekuatan hati, dan sikap pantang menyerah terhadap kesulitan.

Santiago digambarkan sebagai nelayan yang keras hati. Dia tetap memancing, memancing, dan memancing sampai mendapatkan ikan. Dia tak mau pulang tanpa membawa hasil. Semangatnya yang tinggi mampu menaklukkan ketakutan akan keganasan lautan.

Kisah heroik Santiago mencapai puncak saat dia berada di lautan selama 81 hari. Selama itu pula dia belum mendapatkan ikan. Namun, dia tak lekas putus asa. Begitu cintanya terhadap profesi sebagai nelayan, Santiago yakin akan mendapatkan buah dari kerja keras dan semangatnya.

Dia ternyata benar! Pada hari ke-81, Santiago mendapatkan ikan besar. Buah kesabarannya menuai kebahagiaan.

Meski gagasannya sederhana, pesan dalam The Old Man dan The Sea tak sederhana. Ernest Hemingway mengajak pembaca untuk menyelami kehidupan yang penuh liku-liku ini dengan sabar dan semangat.

Perjuangan Santiago, si nelayan tua, di tengah lautan digambarkan begitu apik dalam novel ini. Dia seolah mengajarkan kepada kita tentang cara mencintai profesi. Sebuah hal yang terkadang kita abaikan.

Sebab, tak jarang kita mengeluhkan profesi kita. Keluhan-keluhan itu hanya berbuah rasa tak puas. Meski rasa tak puas adalah kodrat manusia, apakah kita tak bisa sejenak berpikir tentang solusinya? Jawabannya tentu ada di dalam hati masing-masing. Kitalah yang sebenarnya menentukan jalan hidup kita, bukan orang lain, bukan pula Tuhan yang Maha Pengasih.

*) jurnalis dan editor buku,
tinggal di prasetyo_pirates@yahoo.co.id

Tidak ada komentar: