Warisan Terbaik



Oleh Eko Prasetyo


Long life education. Mungkin kita tak asing lagi dengan pepatah asing itu. Pendek, hanya terdiri atas tiga kata. Namun, maknanya sangat dalam. Yakni, belajar sepanjang hayat.

Saya mendengar kalimat tersebut untuk kali pertama pada saat duduk di bangku SMP. Kalimat tersebut meluncur dari bibir guru kami untuk memotivasi kami dalam belajar.

Ya, belajar memang tak boleh berhenti pada satu titik atau masa. Belajar tak mengenal muda atau tua. Bahkan, belajar tak dibatasi oleh usia. Islam sendiri mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu.

”Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama?” (At-Taubah: 122).

”Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam” (HR Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi dari Anas bin Malik)

*****

Dalam suatu kesempatan, saya mengedit berita kriminal yang terjadi di salah satu daerah di Jawa Timur. Yakni, seorang anak tega membunuh orang tuanya hanya gara-gara tidak diberi warisan. Dalam kesempatan lain, saya mengedit berita pembunuhan yang melibatkan saudara kandung. Pemicunya adalah masalah warisan.

Gara-gara warisan, saudara tega membunuh saudaranya.
Gara-gara warisan, anak tega menghilangkan nyawa orang tuanya.
Hanya karena warisan, darah menjadi tak lebih berharga ketimbang uang.

Tidak sekali dua kali saya mendapati atau membaca berita seperti itu. Duniawi benar-benar dapat membuat mata hati seseorang buta. Harta betul-betul ”bisa” membeli nyawa seseorang. Tak terkecuali, darah saudara kandung atau orang tua sendiri sekalipun.

*****

Menjelang wisuda, orang tua saya datang ke Surabaya untuk menghadiri acara tersebut. Lelah setelah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta seolah tak tampak ketika mereka melihat saya ditahbiskan bersama rekan-rekan lain. Bangga dan bahagia.

Malam sebelum acara tersebut, ayah saya berkata bahwa beliau tidak bisa memberi apa-apa kepada saya sebagai bekal saya selepas lulus kuliah. Saya hanya menghela napas. Kami bertiga berbincang-bincang cukup lama hingga larut malam.

Saya belum menangkap maksud ayah. Pikiran saya terpecah. Di satu sisi, saya senang bisa menuntaskan pendidikan. Di sisi lain, saya bakal menghadapi medan tantangan yang luas setelah menjadi raja sehari sebagai sarjana.

Ya, banyak rekan saya yang justru khawatir. Mereka menghadapi masalah yang sama dengan saya. Kebanyakan di antara kami waktu itu hanya memikirkan ”harus segera dapat pekerjaan”.

Padahal, saya sadar betul bahwa sarjana itu tidak cukup hanya mencari pekerjaan. Sarjana dilahirkan untuk membuka lapangan pekerjaan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Malam itu, ayah saya mengatakan bahwa beliau senang karena saya sudah lulus. ”Hanya ilmu yang bisa saya titipkan sama kamu, bukan uang atau harta lain,” ucap beliau ketika itu. Beliau yakin saya bisa berbuat lebih baik dengan ilmu. Bila terus digunakan, ilmu ibarat pedang. Ia akan semakin tajam bila terus diasah. Berbeda dengan uang, ia akan habis tak tersisa setelah dipakai terus-menerus.

Kalimat tersebut masih terngiang hingga kini. Saya sadar bahwa saya telah menerima warisan terbaik dari orang tua saya. Warisan tersebut adalah ilmu. Tentunya, ilmu itu mesti dimanfaatkan secara baik.

Setiap kali selesai salat, tak lupa saya selalu panjatkan doa untuk orang tua saya. Sebab, mereka sangat berjasa dalam perjalanan hidup saya. Pengorbanan mereka sangat besar dalam mendidik kami dan membekali kami dengan warisan terbaik.

Saya memang tak menerima uang puluhan juta rupiah atau tanah dan rumah bagus dari orang tua. Saya hanya menerima pelajaran yang amat baik dari beliau dan itu tak bisa dihargai dengan apa pun.

Rabighfirli waliwalidayya warhamhumma kama rabbaya nisaghira...

prasetyo_pirates@yahoo.co.id
(dimuat Eramuslim, 4 Januari 2009)

2 komentar:

agustaari mengatakan...

Semoga kita mendapatkan ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat....amin.

2nd_frozenheart mengatakan...

menyentuh sekali tulisannya Pak... saya pribadi merasa kurang akan ilmu terutama ilmu agama.. saya terlalu silau dengan ilmu untuk yang di dunia saja..
terima kasih atas tulisannya pak