Proposal Hidup



Catatan Eko Prasetyo

Sukses itu bukan karbitan. Karena itu, jalan meraih sukses tidak mudah. Memang, tak sedikit yang merengkuh kesuksesan dengan cepat. Namun, banyak pula yang ”jatuh” setelah kesuksesannya meroket begitu cepat.

Maka, tak salah jika Jamil Azzaini berpesan bahwa jangan hanya berdoa jika menginginkan sesuatu. Tapi, kita juga mesti berusaha untuk mencapainya keinginan tersebut. Dia membuktikannya dengan menulis semua hal yang didambakan. Semuanya terangkum dalam buku Tuhan, Inilah Proposal Hidupku (Gramedia Pustaka Utama, 2009).

*****

Saya begitu tergugah saat melihat rombongan haji yang baru pulang dari tanah suci beberapa waktu lalu. Tidak secara langsung memang, saya hanya menyaksikannya lewat tayangan berita di televisi.

Ada jamaah yang kakinya cacat dan dibantu kursi dorong. Bahkan, ada pula yang tunanetra. Subhanallah. Saya mengira, sebagian di antara mereka mungkin bukan orang ”berpunya”. Lantas, saya berpikir, dari mana seseorang bisa menunaikan ibadah haji jika tak ”berpunya”. Faktanya, ada petani yang dapat pergi ke baitullah. Bahkan, ada yang tukang becak yang dapat berhaji.

Pada kesempatan lain, saya berjumpa dengan seorang teman dari sebuah lembaga yang bernaung di bawah Pemprov Jatim di Surabaya. Dia telah bekerja di situ kurang lebih enam tahun. Kali terakhir bersua, dia menyatakan akan keluar dari pekerjaannya karena dua alasan. Pertama, istrinya dipindah mengajar ke Jember, Jawa Timur. Kedua, rekan saya tersebut ingin berwirausaha.

Dia mengatakan punya sebuah harapan besar dengan berwirausaha itu. Saat saya menanyakan cita-cita tersebut, dia menjawab ingin memberangkatkan kedua orang tuanya berhaji.

”Saya tak bisa memberikan apa-apa kepada mereka. Saya ingin sekali bisa memberangkatkan mereka ke tanah suci Makkah sebelum mereka tiada,” tegasnya dengan nada optimistis.

Hal itu, lanjut dia, mungkin tak akan dapat terwujud jika dia tetap bekerja di lembaga tersebut. ”Sebab, gaji saya tak seberapa,” ucapnya. Begitu besar keyakinannya akan menggapai asa itu, teman saya tersebut tak pernah absen memanjatkan doa untuk bisa memberangkatkan orang tuanya. Bahkan, dia juga rajin berpuasa supaya Allah memperkenankan doanya.

Dia tak sekadar bermunajat, tapi juga menuliskan cita-citanya tersebut dan ditempelkan di tembok kamarnya. Dia mengatakan itulah proposal hidupnya saat ini. Apa yang dia inginkan dia tulis di kertas tersebut dan dia berusaha keras untuk bisa mewujudkannya.

Saya tertegun mendengar semua itu. Tak pernah terlintas sedikit pun soal itu sebelumnya. Selama ini, mungkin sebagian orang bermimpi akan cita-citanya. Namun, tak jarang yang mau untuk merealisasikan cita-cita itu. Orang saat ini lebih suka dengan yang serbainstan, tanpa didahului oleh usaha keras.

Agaknya, saya sepakat dengan Jamil Azzaini. Kita mungkin perlu merencanakan hidup. Hal itu bisa dituangkan dalam tulisan tentang rencana dan target hidup kita selama bernapas di alam fana ini. Itulah yang dia sebut sebagai proposal hidup. Dengan proposal hidup tersebut, kita dituntun untuk bercerita tentang betapa berharganya diri kita.

Memang, belum tentu setelah menulis, hidup kita serta-merta langsung berubah. Proposal hidup mungkin sekadar bekal. Sebab, kunci semuanya adalah motivasi, konsistensi, dan usaha keras untuk mewujudkan harapan serta cita-cita itu.

Wallahu’alam bishshawab.

Graha Pena, 27 Januari 2010

1 komentar:

Anonim mengatakan...

betul, rencanakan semuanya dengan rapi dan matang,luruskan niat,bulatkan tekad dan perjuangkan dengan penuh semangat!