Siang di Warung Nasi Padang

Siang di Warung Nasi Padang



Sudah beberapa hari belakangan, sebagian kawasan Sidoarjo tidak diguyur hujan. Mungkin kemarau sudah dekat. Siang itu terik sekali. Karena perut sudah tak bisa diajak kompromi, saya mampir ke warung nasi padang di pertigaan Saimbang, Sukodono.

Menu rendang jadi pilihan saya. Meski bukan termasuk langganan, saya sudah beberapa kali beli makanan di situ. Begitu duduk, desir kipas angin mampu mengusir hawa sumuk yang terasa karena pengaruh terik. Pemilik warung tersebut adalah pasangan suami istri muda. Mereka betul-betul pendatang dari Sumatera Barat. Di tempat itu, mereka mengontrak sebagai tempat usaha.

Orang-orang dari Sumbar memang dikenal gigih. Berani merantau dan tipikal pekerja keras. Tak sedikit perantau dari sana yang memilih jalur niaga untuk mata pencariannya. Termasuk di kawasan dekat tempat tinggal saya tersebut.

Di situ, saya menemukan ”keteduhan” yang lain. Yakni, selalu terdengar lantunan bacaan ayat suci Alquran. Asalnya ternyata dari sebuah tape yang terletak di dekat dapur saji. Saya lupa sudah berapa kali mampir di warung nasi padang itu. Namun, yang pasti saya ingat adalah warung tersebut tak pernah menyetel lagu. Hanya bacaan Alquran.

Kebetulan saat itu sedang sepi pembeli. Pengunjungnya cuma saya. Yang terlihat ramai justru kedai bakso di sebelah warung nasi padang tersebut. Mengudap menu rendang, rasanya lezat sekali. Apalagi, ditemani lantunan ayat-ayat suci. Alhamdulillah.  

Setelah usai menikmati menu rendang dan teh hangat, saya mengeluarkan dua lembar uang pecahan sepuluh ribu dan dua ribuan. Suara bacaan Alquran itu masih terngiang hingga saya meninggalkan tempat tersebut. Bacaan yang menenangkan.

Masuk di pintu rumah, etalase kaca berisi buku sudah menyapa. Buku-buku Islami berada di rak paling atas. Dari deretan kiri terdapat beberapa Alquran dan terjemahannya. Saya terpaku memandangnya. Kemudian lekas ke belakang ambir air wudu. Saya ambil sebuah Alquran hadiah dari lembaga penyalur zakat Nurul Hayat. Saya baca dengan terbata-bata. Tak terasa menetes begitu saja air mata ini. Malu karena punya Alquran yang lebih banyak menjadi penghias lemari buku.

Padahal, membacanya tidak hanya membukakan hikmah, tapi juga mengobati segala permasalahan hidup. Terik siang itu mungkin tak lebih terik daripada Padang Mahsyar kelak, ketika matahari begitu dekat di atas kepala. Namun, terik siang itu serasa terhapus oleh bacaan Alquran...





Sidoarjo, 28 Maret 2012

Tidak ada komentar: