Foto Diri ketika Tidur

Catatan Eko Prasetyo

Sore itu saya capek bukan main. Bersih-bersih rumah, menata ulang barang-barang dan merapikannya kembali. Kegiatan itu saya lakukan agar rumah terasa lebih lapang dan nyaman. Pasalnya, orang tua dan mertua saya berencana datang ke rumah. Menginap.
Selepas azan asar, saya bergegas mandi, kemudian wudu untuk salat. Selesai, saya ”terkapar” di lantai kamar belakang. Ketiduran.
Di rumah saat itu, ada istri dan adik perempuan saya. Bunyi pesan singkat di ponsel tiba-tiba membangunkan saya. Dari bapak. Beliau minta dijemput.
Malamnya, keluarga besar berkumpul di kediaman saya. Ramai, tapi menyenangkan karena lama tidak bertemu orang-orang yang kami cintai tersebut.
Ketika senggang, adik saya menunjukkan foto saya yang ia jepret dengan kamera ponsel ketika saya tertidur siang sebelumnya. Nggak istimewa sih, seperti umumnya foto orang yang tidur. Pasrah.
Malam sebelum tidur, saya melihat foto itu kembali. Bukan bermaksud mengagumi diri sendiri alias narsis, sama sekali bukan. Justru berkontemplasi, membayangkan mungkin seperti itulah ketika mati. Wajah orang yang tidur tentu natural, tampak aslinya, tampak lugunya. Seorang rampok paling bengis sekalipun akan terlihat tak berdaya kala tidur.
Jadi kepikiran mati dan teringat nasihat bahwa mengingat kematian (zikir maut) merupakan salah satu hal yang utama. Sebab, dengan mengingat kematian, diharapkan seseorang bisa beribadah sebaik-baiknya. Mencapai target khusnul khatimah (akhir yang baik). Bukan malah mengejar kesenangan duniawi dengan menghalalkan segala cara. Toh, mati nggak bawa apa-apa. Lenyap sudah segala kesenangan dunia yang dipuja-puja itu.
Iri rasanya kepada orang-orang yang meninggal dalam keadaan baik. Di negeri ini, mungkin yang sempat terekspos adalah almarhumah Yoyoh Yusroh. Anggota komisi I DPR dari fraksi PKS tersebut wafat setelah mobil yang ditumpanginya mengalami kecelakaan di ruas tol Palikanci, Cirebon, pada 21 Mei 2011. Diduga, sang sopir tidak mampu mengendalikan laju kendaraan yang kencang hingga menabrak median jalan.
Saat dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Plumbon, Cirebon, Yoyoh mengembuskan napas terakhir. Belum berhenti sampai di sini. Perempuan yang juga penghafal Alquran itu dikenal sebagai pribadi yang dermawan. Novelis Pipit Senja dan penulis Shinta Yudisia (FLP Surabaya) tidak menampik bahwa Yoyoh adalah ibu serta rekan yang luar biasa. Dalam kesibukannya, ia masih menyempatkan waktu untuk menyelesaikan beberapa juz Alquran. Tak jarang pula ia mendengarkan curhat orang-orang yang datang atau meneleponnya, meski ia sangat sibuk sekalipun.
Maka, berita kematiannya sangat mengejutkan. Kendati begitu, ia meninggalkan kebaikan. Berdasar foto amatir yang dipublikasikan pertama di Facebook, tampak wajah Yoyoh tersenyum. Meninggalkan kesan baik. Kebahagiaan.
Dalam kesempatan lain, saya pernah menonton video di YouTube tentang seorang jemaah yang meninggal ketika sujud selesai salat. Dan itu terekam dalam kamera CCTV yang terpasang di masjid tersebut. Subhanallah. Kesan baik lagi.
Kematian bisa datang sewaktu-waktu tanpa permisi. Ia bisa mencerabut nyawa seseorang dalam keadaan baik atau buruk. Mati memang tak bisa diprediksi, namun kita pun bisa memilih jalan untuk menyambutnya. Mau mati dalam keadaan baik seperti ketika salat atau mati saat nyabu di toilet.
Sebagai muslim, saya percaya akan adanya siksa kubur. Juga percaya akan rasa sakit tak terperi ketika sakaratul maut (sekarat). Karena itu, melihat foto diri saat tidur membuat saya bersyukur. Bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk mengingat kematian. Suatu hal yang tak terbantahkan akan dialami oleh semua makhluk yang hidup.
”Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh...” (QS Asy-Sy’araa: 83)

Surabaya, 12 Juli 2011

Tidak ada komentar: