Oleh Eko Prasetyo
Nikmatnya sehat memang tidak bisa diungkapkan dengan apa pun. Namun, kebanyakan di antara kita kurang bersyukur atas nikmat sehat tersebut. Tak heran jika banyak yang mengaku menyesal karena kurang mensyukuri sehat manakala sudah jatuh sakit.
Awal Mei lalu, saya jatuh sakit. Gejalanya pusing, mual, dan pilek. Semula saya mengira bahwa saya sakit flu biasa yang mungkin bisa sembuh satu atau dua hari. Ternyata tidak. Selama empat hari ”flu” itu tidak mereda, malah kian menjadi-jadi. Itu pun masih ditambah dengan batuk-batuk. Kerja pada malam hari membuat saya kian kepayahan karena harus melawan udara dingin lewat AC.
Akhirnya, ketika libur, saya segera menyempatkan diri untuk periksa ke dokter. Hasilnya, saya divonis kena radang tenggorokan. Saya agak lega karena malam sebelumnya saya benar-benar tidak bisa bekerja. Bahkan, untuk sekadar mengedit berita pun, saya tak sanggup. Badan lemas sekali. ”Wah, alamat gejala tifus nih,” pikir saya saat itu.
Alhamdulillah, dokter menampik kekhawatiran saya akan gejala tifus. Namun, saya diharuskan istirahat minimal dua hari. Selama terbaring sakit itulah, saya berkontemplasi, merenung. Betapa nikmatnya sehat.
Ketika istri menyiapkan obat untuk saya, iseng saya menonton berita di TV. Diberitakan bahwa sedikitnya 14 orang tewas setelah meminum minuman keras (miras) oplosan di Kabupaten Cirebon. Astaghfirullah.
Kisah tersebut bermula dari hiburan organ tunggal di sebuah desa. Hiburan itu mengundang perhatian warga. Saat malam makin larut, pesta ternyata belum usai. Sebagian warga berpesta miras. Bahkan, tidak hanya pemuda yang ikut pesta miras. Ada juga perangkat desa dan anak-anak usia pelajar.
Diduga, miras tersebut dioplos dengan beberapa bahan berbahaya seperti obat sakit kepala, minuman bersoda, dan lotion antinyamuk. Karena itu, dampaknya bisa ditebak: nyawa dapat melayang. Benar! Puluhan warga yang pesta miras limbung. Mereka segera dilarikan ke RSUD Arjawinangun, Cirebon. Semula hanya sepuluh orang yang mengembuskan napas terakhir. Jumlah korban akhirnya bertambah menjadi empat orang. Tak tertutup kemungkinan jumlah korban tewas akibat miras oplosan bertambah karena masih banyak yang dirawat di RSUD Arjawinangun. Setelah itu, saya mematikan TV.
Sebelumnya, saya membaca berita serupa di koran. Sembilan pemuda di Jogjakarta tewas setelah menggelar pesta miras oplosan. Sebelum ajal menjemput, mereka sempat muntah-muntah serta mengeluhkan sakit di dada dan perut.
April lalu, di Salatiga, Jawa Tengah, 21 orang tewas setelah keracunan miras oplosan (Antaranews, 22/4/10). Korban tewas setelah menenggak miras oplosan jenis ciu yang dicampur metanol (sejenis alkohol yang sering dipakai di bidang industri, Red). Yang mengejutkan, pasien miras yang dirawat di RSUD Salatiga, RS Paru-Paru Aria Wirawan, dan RS Tentara dr.Asmir mencapai 225 orang! Masya Allah.
Mereka tewas setelah mengalami gejala sama. Yakni, pusing, mual, penglihatan kabur, gangguan jantung, dan peradangan lambung akut (gastritis). Dokter menyebutkan, di tubuh para korban tewas ditemukan kandungan metanol yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan nyawa mereka tak tertolong.
Saya kembali dibikin geleng-geleng kepala ketika membaca berita tentang pelajar yang pesta miras. Mereka melakukannya untuk merayakan kelulusan setelah mengikuti ujian nasional (unas).
Allah berfirman: ”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka, berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu),” (Al-Maadiah: 90-91).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, dia berkata, ”Rasulullah SAW bersabda, ’Barangsiapa minum khamr, Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Namun, jika ia bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Apabila mengulanginya kembali, Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Jika ia kembali bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Apabila mengulanginya kembali, Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Jika ia kembali bertobat, Allah akan menerima taubatnya. Apabila ia ulangi empat kali, Allah tidak akan menerima shalatnya selama 40 hari. Jika ia bertobat, Allah tidak akan menerima lagi tobatnya dan akan memberinya minuman dari Sungai al-Khahal'.” Ditanyakan, ”Wahai Abu Abdurrahman apa yang dimaksud dengan Sungai al-Khahal?" Dia menjawab, ”Sungai yang berasal dari nanah penghuni neraka,” (HR at-Tirmidzi).
Saya merenungi apa yang ada dalam benak orang-orang yang pesta miras itu. Mereka hanya melampiaskan kesenangan sesaat. Mereka tak sadar bahwa mereka telah menyakiti diri mereka sendiri. Sungguh, saya benar-benar tak habis pikir. Banyak orang sakit yang menginginkan segera sehat, tapi di luar sana sebagian orang menyakiti diri sendiri dengan pesta miras.
Dalam kondisi yang kurang sehat, saya benar-benar menyesal karena telah menyia-nyiakan kesempatan untuk bersyukur atas nikmat sehat. Ketika sehat, kita memang kerap alpa untuk bersyukur. Bentuk rasa syukur itu mungkin bisa diwujudkan dengan memelihara kebersihan agar tubuh selalu sehat dan lain-lain.
Ketika sakit menyapa, barulah kita sadar bahwa betapa besarnya karunia Allah akan kesehatan. Alhamdulillah, ada hikmah di balik sakit ini.
Rabbizidni ilman warzuqni fahman...
Graha Pena, 12 Mei 2010
prasetyo_pirates@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar