Pesan di Jumat Terakhir Ramadan


Catatan Eko Prasetyo


Gambar: Google
Siang di perempatan dekat pos polisi Sepanjang, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Masih pagi, sekitar pukul 06.00. Motor yang saya naiki bersama istri berhenti saat lampu merah menyala. Kami baru belanja dari Pasar Sepanjang dan bermaksud pulang ke arah Sukodono.

Saat lampu hijau menyala, bersamaan dengan itu dari arah timur sebuah bus jurusan Jogja melaju dengan kecepatan sedang. Tiba-tiba sebuah motor yang dikendari seorang perempuan menyenggol badan kiri bus itu. Lajunya lumayan kencang. Alhasil, dia terpental jatuh dari motornya.

Saya panik karena berada beberapa meter saja dari perempuan tersebut. Untung, saya bisa menguasai motor sehingga tidak menabrak perempuan itu. Ya, dia terkapar. Sejenak saya menghentikan laju motor tak jauh dari tempat tersebut. Perempuan itu tak bergerak. Beberapa warga dan pengendara yang kebetulan berhenti ikut menolongnya.

Jantung saya rasanya berdesir kencang, masih tak percaya atas kejadian itu. Saya tak bisa membayangkan jika ada truk yang berada di belakang wanita tadi. Selepas itu, saya tak tahu apa yang terjadi. Semoga Allah menyelamatkannya.

Beberapa hari kemudian, ada kecelakaan yang lebih mengerikan. Tepat di kawasan Pasar Sukodono terjadi kecelakaan yang melibatkan dua sepeda motor. Saling beradu moncong. Masing-masing pengendaranya menggelepar di jalanan. Darah segar jelas terlihat. Jalanan pun macet. Berdasar penuturan seorang saksi, diduga kecelakaan itu menelan korban tewas. Masuk akal, mengingat kondisi motor yang ringsek dan helm korban yang terlihat pecat. Ah, saya tak tahan melihat darah. Innalillahi wainnailaihi rajiuun.

Terbayang kematian. Lha kok ya pas, pada Jumat, 26 Agustus 2011, pesan yang sama saya dapatkan dari khotbah salat Jumat. Dalam salat Jumat terakhir di bulan suci Ramadan tersebut, khotib mengingatkan keutamaan dan pentingnya mengingat kematian (zikir maut).

Intinya, kita tak boleh terlena dengan segala kehidupan duniawi.
Allah telah mengingatkan dalam firmannya: "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur". (QS At-Takatsur: 1–2).

Rasulullah SAW sendiri telah berpesan: ”Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yakni kematian." (HR At-Tirmidzi No 2308 dan Ibnu Majah No 4258, disahihkan oleh Syu'aib al-Arna`uth dalam Tahqiq Riyadh ash-Shalihin, hadis No 579).

Dalam khotbahnya, khotib menjelaskan bahwa memperbanyak mengingat kematian berarti memperbanyak amal kebaikan. Sebab, manusia tidak akan pernah tahu kapan ajal menjemput. Ia bisa datang sewaktu-waktu tanpa permisi.

Sebagaimana diketahui, dalam suasana Lebaran, mudik sudah jadi tradisi yang sulit dibantah di negeri ini. Puluhan ribu, bahkan ratusan ribu, pengendara rela menembus terik dan macet parah demi berkunjung dan silaturahmi ke sanak saudara di kampung halaman. Tak jarang, kasus kecelakaan menyapa para pemudik. Tak jarang pula, kasus itu berujung kematian.

Ramadan ini benar-benar berkesan. Banyak ilmu dan hikmah yang dapat saya comot, bahkan dari lapak kumuh di pasar becek sekalipun. Pesan di Jumat terakhir Ramadan tersebut setidaknya membuat kami, para jemaah, termotivasi kembali untuk lebih giat lagi beramal mumpung napas masih dikandung badan.  

Rasanya, terlalu cepat Ramadan bakal berlalu. Rasanya, sedih saat awal-awal kurang bernafsu untuk memburu berlipat-lipat pahala di bulan benuh berkah ini. Gusti Allah, segala puji hanya kepada-Mu, ampunilah kami yang sering lalai bersyukur.

Semoga hari-hari terakhir Ramadan ini kita semakin giat untuk beramal. Sebab, kita tak akan pernah tahu apakah ini akan menjadi Ramadan terakhir...

Graha Pena, 28 Agustus 2011

Tidak ada komentar: