Tragedi 29 September 1980

Oleh Eko Prasetyo

”Jimmy is 8 years old and a third-generation heroin addict, a precocious little boy with sandy hair, velvety brown eyes and needle marks freckling the baby-smooth skin of his thin brown arms.”
 (Jimmy adalah pecandu heroin generasi ketiga. Seorang anak kecil yang dewasa sebelum waktunya dengan rambut berpasir, dan bermata cokelat. Di lengannya yang masih halus seperti kulit bayi penuh dengan bekas tusukan jarum suntik).
Itulah paragraf pembuka dalam salah satu reportase di Washington Post pada 29 September 1980. Laporan tersebut ditulis oleh wartawan Janet Leslie Cooke.

Untung, Naskah Saya Ditolak

Oleh Eko Prasetyo

Ndableg. Ya, menurut saya, seorang penulis harus punya sifat dan sikap tersebut.  Namun, jangan keburu menilai ndableg dalam arti yang negatif. ndableg yang saya maksud adalah ngotot dan tidak lekas berputus asa.
Saat memutuskan untuk menulis dan mengirimkannya ke sebuah media atau penerbit, salah satu konsekuensi yang dihadapi adalah penolakan. Ini pula yang sering saya alami.
Tak kurang, beberapa penerbit terkenal menolak naskah saya. Misalnya, Bentang (Jogja), Pro-U Media (Jogja), Gema Insani Press (Jakarta), Masmedia (Sidoarjo), FLP Publishing (Jakarta), dan lain-lain. Semua e-mail penolakannya masih saya simpan dan saya print. Kendati kecewa karena naskah ditolak, saya tetap berupaya memperbaiki naskah dan mengirimkannya ke penerbit lain. Saya tidak pernah merasa gagal. Sebab, merasa gagal adalah awal dari sebuah kegagalan.